Sambil merogoh kocek, anak tersebut menemukan uang pecahan sepuluh ribu rupiah pada tasnya. Kondisi kucel dan terlipat-lipat, warna ungu yang usang, ia menemukannya dengan wajah semringah. Namun sekelibat, perasaan tersebut pun berubah menjadi tampilan memilukan.
“Sepuluh rebu bisa beli apa ya,” ungkapnya memandang remeh kertas yang ia buka lipatannya, pada Selasa (13/05/2025) siang. Ia mengambil sebotol air mineral dan sepotong roti dalam kemasan yang tersedia pada warung Gapura itu. Sambil merelakan uangnya yang lusuh itu, ia mendapatkan pecahan dua ribu rupiah sebagai kembaliannya.
“Duh, inflasi ini,” tukasnya sambil menerima kembalian tersebut. Memiliki perawakan kecil dengan rambut panjang yang menutupi seluruh dahinya, membuatnya sangat kontras dengan seragam putih-biru tuanya. Namun, siapa sangka isu tersebut dilontarkan oleh seorang siswi yang masih duduk di bangku SMP.
Fatiya (14) rupanya mengunjungi warung Gapura yang berada di Desa Putatnutug, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor selepas kegiatan sekolah.
Menurutnya, inflasi terjadi salah satunya karena kenaikan permintaan dan kenaikan biaya produksi. Namun, pernyataannya disanggah oleh Syahril, pemilik warung Gapura tersebut pada Selasa (13/05/2025) siang.
“Gak cuman karena itu, sih. Faktor yang paling dekat ini salah satunya peredaran uang yang meningkat di masyarakat akibat merosotnya nilai mata uang,” sambung Syahril. Hal tersebut membuat harga barang ikut naik. Semakin banyak uang yang beredar, maka nilai unit mata uang pun akan semakin berkurang.
Diketahui, nilai tukar rupiah melemah 0,34% atau 56,5 poin, lho! Hal tersebut diungkapkan Bloomberg, Selasa (13/05/2025). Berdasarkan data tersebut, rupiah NDF perdangangan waktu tersebut, berada di level Rp16.660 per dolar AS.
Pada Jumat (10/05/2025), nilai tukar rupiah berada di level Rp16.520 per dolar AS. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah 0,11% atau 18 poin.
“Sepuluh ribu zaman sekarang cuman bisa buat apa?” Tanya Fatiya. “Jadi penasaran zaman Pak Harto itu sepuluh ribu buat apa, karena pasti masih kuat saat itu,” sambungnya.
Namun, kehadiran Syahril selalu menjadi oposisi bagi rasa keingintahuan anak SMP tersebut. Menurutnya, era kepemimpinan Soeharto pun belum bisa mengendalikan fluktuasi nilai rupiah saat itu.
“Justru jaman Pak Harto, rupiah lagi lemah-lemahnya, apalagi pas mau lengser krisis ekonomi tahun 1998. Ya, walau saat itu satu dolar masih kurang lebih senilai dua ribu rupiah, tapi itu bisa disebut collapse pada masanya,” tegas Syahril. “Tapi, bukan berarti sepuluh ribu zaman sekarang gak ada artinya, ya!”
Menurut Syahril, uang sepuluh ribu rupiah pun ada artinya, jika dikelola dengan bijak. Dengan uang segitu, seseorang bisa membeli emas sebesar 0,0055 gram atau 0,00000585 Bitcoin . Sementara itu, lebih sederhananya, seseorang masih bisa membeli satu bungkus nasi dengan beberapa pilihan lauk, khusus di daerah Pulau Jawa.
Pentingnya literasi keuangan pun turut berperan dalam pengelolaan keuangan yang bijak. Bagi Gen Z, seharusnya literasi keuangan menjadi atensi. Mengelola keuangan dengan bijak berarti memiliki pemahaman dan kemampuan untuk mengatur keuangan secara efektif, mulai dari menghasilkan, mengelola, hingga berinvestasi. Jika dapat mengelola keuangan dengan bijak, Gen Z mampu mencapai stabilitas finansial, dan meraih tujuan keuangan jangka panjang.