Hati-Hati! Kebanyakan Nonton Anomali Bikin Brainrot!


Sumber:

Di era digital saat ini, kita dikelilingi oleh berbagai bentuk hiburan instan, seperti vidio reels, YouTube short, dan Tiktok, hingga konten absurd seperti Skibidi Toilet, Anomali Tung Tung Tung Sahur, dan berbagai konten receh lainnya. 

Sekilas terlihat lucu, ringan, bahkan menghibur. Tapi pernahkah kamu berpikir: apa efek jangka panjang menonton video serupa secara berlebihan? Percaya atau tidak, jenis konten yang kita konsumsi setiap hari berpengaruh besar terhadap kualitas fungsi otak. 

Menurut penelitian dari Harvard Medical School, terlalu sering terpapar konten cepat dan dangkal dapat menurunkan daya ingat, kemampuan fokus, hingga kemampuan berpikir kritis. Kalau gak mulai ditangani dengan serius, lama-lama kita akan melihat kemerosotan generasi.

Otak Jadi Susah Bekerja

Salah satu dampak utama dari menonton video receh terus-menerus adalah menurunnya kemampuan otak dalam mempertahankan fokus. Video seperti Skibidi Toilet, misalnya—didesain dengan visual yang cepat, suara yang ramai, dan efek kejutan yang mengandalkan hiburan instan. Otak kita dipaksa untuk terus-menerus mengkonsumsi rangsangan tinggi, tanpa memberi waktu untuk mencerna atau menganalisis informasi.

Hal ini menyebabkan penurunan aktivitas di bagian “prefrontal cortex”, bagian otak yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan, berpikir logis, dan pengendalian diri. Konten receh tidak memberikan ruang bagi otak untuk berpikir analitis, melainkan hanya menstimulasi kesenangan sesaat.

Lama kelamaan, otak jadi terbiasa dengan stimulus cepat dan malas memproses informasi yang lebih kompleks—seperti membaca buku, mendengarkan berita, atau menyimak diskusi. Ini bisa memicu kemunduran kemampuan kognitif, terutama pada remaja dan anak-anak yang otaknya masih berkembang.

Dopamin Berlebih 

Salah satu alasan kenapa kita betah nonton video receh adalah karena adanya pelepasan dopamin—senyawa kimia di otak yang memberikan rasa senang. Setiap kali kita menonton video lucu atau absurd, otak menganggapnya sebagai "reward". Akibatnya, kita terdorong untuk terus menonton, scroll, dan konsumsi lagi tanpa sadar waktu berlalu berjam-jam.

Sayangnya, ini adalah bentuk dopamin tidak sehat. Berbeda dengan dopamin yang muncul saat kita menyelesaikan tugas berat atau mencapai tujuan jangka panjang, dopamin dari konten receh tidak membawa manfaat yang berarti. Yang tersisa hanyalah efek candu yang membuat kita sulit berhenti, bahkan ketika kita sadar bahwa kontennya tidak bermutu.

Parahnya lagi, jika ini menjadi kebiasaan, ambang toleransi terhadap dopamin bisa meningkat. Artinya, kita butuh konten yang lebih absurd dan lebih cepat lagi untuk merasakan kesenangan 

yang sama. Ini adalah pola kecanduan yang serupa dengan kecanduan makanan cepat saji atau game online.

Efek Emosional dan Sosial

Selain merusak fokus dan berpikir kritis, konsumsi konten dangkal juga bisa memengaruhi emosi dan perilaku sosial. Otak yang terus dijejali dengan rangsangan tinggi bisa jadi lebih sensitif terhadap stres dan gangguan emosional. 

Pengguna media sosial yang menonton video receh berlebihan rentan merasa gelisah, mudah marah, dan mengalami emotional dysregulation. Kemampuan bersosialisasi pun akan ikut terdampak dari keseringan konsumsi vidio receh.

Kita menjadi lebih suka hidup dalam dunia virtual yang lucu dan absurd, daripada terlibat dalam percakapan nyata atau aktivitas sosial yang lebih bermakna. Akibatnya, empati dan kemampuan membaca emosi orang lain pun ikut menurun.

Sosial Media: Pisau Bermata Dua

Namun, bukan berarti semua konten pendek atau hiburan receh itu buruk. Masalahnya bukan pada jenis kontennya, tapi pada frekuensi dan kualitasnya. Media sosial adalah pisau bermata dua—ia bisa menjadi sarana belajar, eksplorasi ide, dan hiburan sehat, atau justru menjadi alat perusak mental jika digunakan tanpa kontrol.

Yang perlu diwaspadai adalah bagaimana algoritma media sosial bekerja. Konten yang viral sering kali bukan yang paling bermutu, melainkan yang paling engaging, cepat, dan absurd. Ini membuat kita secara tidak sadar tenggelam dalam konten yang "kosong", tapi bikin ketagihan. 

Maka dari itu, penting untuk mengontrol apa yang kita konsumsi setiap hari. Berikut beberapa langkah sederhana untuk menjaga kesehatan otak di tengah banjir konten digital:

1. Pilah-Pilih Konten

Pilih akun atau kanal yang menyajikan konten edukatif, inspiratif, atau informatif. Jangan ragu untuk unfollow akun yang hanya menyajikan hiburan receh tanpa nilai tambah.

2. Kasih Batasi Waktu Menonton

Terapkan screen time limit. Gunakan timer jika perlu, agar tidak kebablasan nonton.

3. Berikan “Nutrisi” untuk Otak

Gantikan sebagian waktu nonton dengan membaca buku, mendengar podcast bermutu, atau diskusi dengan teman.

Di tengah gempuran video pendek dan hiburan absurd yang semakin merajalela, menjaga kualitas konsumsi digital adalah bentuk self-care yang penting. Jangan biarkan otakmu rusak hanya karena konten receh yang menghibur sesaat.

Jadilah pengguna media yang sadar dan bijak. Karena seperti tubuh, otak juga butuh asupan sehat. Dan video viral bukan berarti video yang bernutrisi.



Post a Comment

Previous Post Next Post