Di tengah maraknya film Hollywood dan produksi internasional lainnya: Thunderbolts dan Mission Impossible, film horor Indonesia terus menunjukkan taringnya. Juni 2025 menjadi bukti nyata bahwa genre ini masih mendominasi pasar lokal, baik dari segi penonton maupun kreativitas cerita.
Dengan menggali kekayaan folklor lokal dan teknik penyutradaraan yang semakin matang, film horor Indonesia tidak hanya menghibur tetapi juga menjadi medium pelestarian budaya.
Salah satu film yang paling menonjol di pertengahan 2025 adalah Pabrik Gula, karya Awi Suryadi. Film ini berhasil meraup $7 juta di box office Indonesia, menggeser rekor sebelumnya dan menjadi salah satu film horor terlaris tahun ini . Kisahnya yang mengangkat legenda lokal tentang pabrik gula berhantu di pedalaman Jawa berhasil memikat penonton dengan atmosfer mistis dan efek visual yang memukau.
Selain Pabrik Gula, film Pengantin Iblis (2025) juga menuai perhatian. Meskipun lebih banyak beredar di platform streaming seperti Bosku21 dan Terbit21, film ini menjadi viral karena narasinya yang gelap tentang seorang ibu yang membuat kesepakatan dengan iblis untuk menyelamatkan anaknya . Film-film seperti ini menunjukkan bahwa horor Indonesia tidak hanya mengandalkan jumpscare, tetapi juga kedalaman cerita yang berakar pada mitos dan kepercayaan masyarakat.
Kunci kesuksesan film horor Indonesia adalah negara kita ini termasuk memiliki pengaruh budaya mistis yang kuat, cerita rakyat dan mitos yang berakar, serta rasa ingin tahu tentang sosok makhluk halus yang sering muncul dalam film horor. Selain itu, film horor juga menjadi kegiatan sosial yang menyatukan orang dan menciptakan ikatan.
Ditambah kemampuannya mengolah cerita rakyat menjadi sesuatu yang segar. Pabrik Gula, misalnya, terinspirasi dari mitos pekerja pabrik yang terjebak dalam kutukan, sementara Pengantin Iblis meminjam elemen dari cerita-cerita tentang perjanjian dengan makhluk gaib .
Di sisi lain, teknik penyutradaraan semakin matang. Sutradara seperti Awi Suryadi dan Joko Anwar telah membawa horor Indonesia ke level internasional dengan pendekatan sinematik yang lebih kompleks. Film-film mereka tidak hanya menakutkan, tetapi juga memiliki nilai artistik yang tinggi, seperti terlihat dalam Impetigore (2020) dan Satan’s Slaves (2017) .
Meski sukses, film horor Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan. Beberapa kritikus menyoroti repetisi tema—seperti hantu perempuan bergaun putih (kuntilanak) atau rumah berhantu—yang dinilai sudah terlalu sering digunakan . Selain itu, meskipun efek visual semakin baik, beberapa film masih bergantung pada CGI murah yang justru mengurangi rasa ngeri.
Namun, inovasi tetap ada. Film seperti The Queen of Black Magic (2019) dan May the Devil Take You (2018) membuktikan bahwa horor Indonesia bisa lebih dari sekadar hantu biasa, dengan pendekatan body horror dan elemen psikologis yang lebih menegangkan .
Juni 2025 menjadi penanda bahwa film horor Indonesia masih memiliki tempat istimewa di hati penonton. Dengan terus mengembangkan cerita berbasis folklor dan meningkatkan kualitas produksi, genre ini tidak hanya bertahan tetapi juga berpotensi semakin mendunia. Jika para pembuat film bisa menghindari repetisi dan terus berinovasi, bukan tidak mungkin horor Indonesia akan menjadi ekspor budaya berikutnya yang diperhitungkan secara global.