"Jumbo" dan Warisan Baru Animasi Indonesia

 


Sumber: (raciniga.com)

Jumbo bukan hanya film animasi Indonesia, tapi tonggak produksi kolaboratif jarak jauh dengan standar global. Menyatukan talenta muda & teknologi produksi daring.

JAKARTA, ARTSYSITES – Tidak setiap saat Indonesia melahirkan film animasi yang siap bersaing di panggung internasional. Film animasi terbaru ini tengah menjadi perbincangan hangat di bioskop, media sosial, bahkan forum-forum film internasional. Jumbo film animasi terbaru yang dimiliki Indonesia berhasil menarik banyak mata untuk menonton.

Film animasi produksi Visinema yang disutradarai oleh Ryan Adriandhy, seorang komedian sekaligus penulis, bukan hanya menjadi film animasi Indonesia paling laris sepanjang masa, tapi juga menjadi proyek kolaborasi kreatif terbesar yang pernah dilakukan industri animasi tanah air. Dalam produksinya Visinema studios menggandeng Springboard, dan The Little Giantz

Film animasi yang dirilis pada 31 Maret 2025 ini berhasil merengkuh 2 juta penonton dalam 11 hari penayangannya. Tak hanya berhasil di dalam negeri, film animasi ini juga bersiap mengudara di 17 negara, dari Asia sampai Eropa.

Awal Mula Jumbo dan Visi Besar Sutradara

Ide awal Jumbo datang dari sang sutradara sekitar tahun 2019. Dirinya memimpikan sebuah film animasi yang bukan hanya untuk menghibur banyak anak-anak, tetapi juga yang meaningful dan tahan lama. Dari situ, ide tentang seorang anak bernama Don, anak laki-laki yang kehilangan orang tuanya tetapi punya imajinasi liar dan tekad yang kuat untuk membangun kembali panggung dongeng warisan keluarganya.

“Saya ingin bikin film anak yang nggak meremehkan emosi anak. Kehilangan, kesepian, harapan, itu semua bisa dirasakan anak-anak. Tapi seringkali film animasi lokal belum berani menyentuh itu,” kata Ryan, yang juga berperan sebagai sutradara.

Proses pengembangan naskah, desain karakter, hingga world-building dimulai secara perlahan, penuh perdebatan, dan sangat hati-hati. Dan untuk memastikan kualitas global, mereka mendesain jalur produksi yang memungkinkan ratusan kreator dari berbagai kota di Indonesia bekerja secara remote, bahkan sebelum pandemi datang.

Membuat pabrik virtual Jumbo

Film ini tidak hanya melibatkan animator senior dari studio besar, tetapi juga melibatkan siswa-siswi SMK yang baru belajar. Lebih dari 400 orang terlibat dalam proses pembuatan Jumbo. Mulai dari penulis, sutradara, produser, desain karakter, animator, kompositor, hingga pengisi suara.

Untuk mengatur semua itu, dibangunlah pipeline produksi digital kolaboratif atau semacam pabrik animasi virtual yang dapat diakses dari mana saja. Semua pergerakan karakter, revisi storyboard, hingga file 3D dikendalikan lewat server pusat, dengan komunikasi harian lewat video call, grup discord, dan dashboard internal.

“Bayangkan bikin film, tapi kru-nya tersebar di 20 kota. Ada yang kerja dari garasi rumah, ada yang render di warnet tengah malam karena listrik rumah mati,” kata Rani Budiarti, koordinator produksi animasi.

Produksi remote tentu bukan tanpa masalah. Komunikasi adalah tantangan utama selama produksi berjalan. Bayangkan mengatur revisi frame antar animator di Kediri dengan storyboard artist di Jakarta dan director yang sedang berada di Jepang untuk presentasi.

Belum lagi sinkronisasi gaya gambar, pengaturan waktu rendering, dan konsistensi pencahayaan atau tekstur adegan. Tapi lewat berbagai trial and error, semuanya bisa diatasi. Semua tim belajar untuk menyesuaikan. Bahkan akhirnya membuat standar workflow yang bisa dipakai proyek animasi lain di masa mendatang.

Membangun Dunia Don

Menciptakan dunia Don bukan hanya dari segi visual, tetapi juga dari segi emosi dan atmosfer. Satu hal yang membuat Jumbo menonjol adalah latarnya. Rumah Oma, kota kecil tempat tinggal Don, panggung sederhana yang dibangun, semuanya dirancang dengan estetika lokal yang membumi.

Tim desain produksi mencampurkan referensi arsitektur Betawi, Jawa, hingga desain kota modern semi-imajinatif. Tapi mereka sengaja tidak memberikan nama untuk kota di dalam film. Dan animasi juga tidak hanya fokus pada gerakan, tapi juga pada ekspresi.

Proses produksi Jumbo yang berjalan selama lima tahun bukan karena semua berjalan dengan mulus. Justru sebaliknya, banyak hal yang sempat bikin tim produksi merasa frustasi. Pernah satu adegan aksi yang sudah hampir jadi, dengan animasi yang kompleks dan juga menggunakan partikel, diputuskan untuk diproduksi ulang dari awal karena tidak sesuai dengan ritme emosional cerita.

“Waktu itu rasanya mau nangis,” kata Rani, salah satu animator. “ Tapi di saat yang sama kami juga belajar bahwa kalau mau hasilnya bagus, kita nggak boleh setengah-setengah.”

Baca juga : 5 rahasia viralnya film jumbo dan menarik perhatian kok bisa begitu populer

Menghidupkan Emosi Lewat Suara

Meski Jumbo adalah film animasi, tim produksi tidak pernah memandang suara sebagai elemen pendukung saja. Justru sebaliknya, musik dan suara menjadi fondasi yang sangat penting dalam menghidupkan emosi dari cerita, terutama karena film animasi ini menggali tema kehilangan, kesepian, dan harapan dari sudut pandang anak-anak.

Aghi Narottama, komposer muda yang dikenal lewat karya-karya sinematik yang emosional, dipercaya menangani scoring untuk Jumbo. Bagi Aghi ini adalah sebuah tantangan besar, dirinya harus menciptakan musik yang bisa menyatu dengan dunia anak-anak, tapi juga menyentuh hati penonton dewasa.

Di sisi lain, untuk memberi nyawa pada karakter, proyek ini menggandeng Prince Poetiray sebagai Don, Ariel NOAH sebagai Ayah Don, Bunga Citra Lestari sebagai Ibu Don, Ratna Riantiarno sebagai Oma Don, hingga Chicco Jerikho yang mengisi suara sebagai kambing.

Selain SDM, Jumbo juga membangun kepercayaan pasar terhadap potensi animasi lokal. Dengan pendistribusian ke 17 negara, film ini membuktikan bahwa cerita lokal bisa bicara di panggung global tidak perlu aksen asing, cukup cerita yang tulus dan dibuat dengan cinta.

Kedepan, dampak Jumbo akan jauh melampaui penayangan di bioskop. Jumbo telah melahirkan generasi baru animator, membuka jalan bagi proyek-proyek animasi independen, dan memberi inspirasi bagi ribuan anak muda Indonesia yang bercita-cita di dunia kreatif.

Post a Comment

Previous Post Next Post