Masyarakat antusias meramaikan film Jumbo hingga muncul pertanyaan. Apakah overproud?
Jakarta, Arsysite.id — Jumbo, film animasi karya anak bangsa sukses mencuri perhatian di tengah dominasi film horor dan romansa. Setelah berhasil menggebrak pasar, Jumbo dinobatkan sebagai film animasi Indonesia terlaris saat ini. Namun, di balik segala sanjungan dan hype media, muncul satu pertanyaan: apakah kita terlalu bangga?
Disutradarai oleh Ryan Adriandhy dan diproduksi oleh rumah produksi ternama Visinema Studios. Jumbo hadir sebagai nafas segar dalam dunia perfilman tanah air. Meski film animasi, film ini bisa relevan pada siapa saja.
Menceritakan kisah Don, anak laki-laki yang memiliki tubuh gempal dan dijuluki Jumbo. Don juga sering dijauhi karena dianggap lelet dan menghambat. Namun, Don bertekad untuk membuktikan bahwa Ia juga punya sesuatu yang membanggakan.
Ditemani sahabatnya, Mae dan Nurman, Don memutuskan untuk mengikuti lomba dongengpeninggalan orang tuanya. Nahas, buku dongeng kesayangannya dirampas orang lain. Kejadian yang menimpanya berujung pada pertemuan dengan Meri si hantu yang berbuah petualangan menakjubkan.
Film ini telah mewarnai bioskop sejak 31 Maret dan berhasil menjadi film animasi Indonesia terlaris. Lalu, gimana ya proses dibaliknya?
Di Balik Film Jumbo
Film yang apik gak lahir begitu saja, termasuk Jumbo. Kisah yang menarik pun bukan dibuat dengan Artificial Intelligence tetapi “Alamiah” Intelligence. Ada orang-orang hebat yang berhasil memberikan nyawa pada sebuah cerita, alur, serta ekspresinya.
Tidak seperti animasi buatan mesin yang cepat tapi cacat, Jumbo memerlukan waktu 5 tahun untuk mencapai performa terbaiknya. Bahkan proses dubbing dilakukan saat masih pandemi. Kala itu, Prince Poetiray (Don), Queen Salman (Meri), dan kawan-kawan menggunakan masker saat rekaman.
Jumbo tidak akan berhasil tanpa kerja keras dan dedikasi dari 420 animator yang tersebar di seluruh Indonesia. Setelah melalui proses kreatif, mulai dari visual development, storyboard, animasi, efek visual, hingga audio mixing, animasi ini dirender di Cimahi, Jawa Barat.
Tim animator Jumbo pun sudah menggunakan teknologi terkini dan telah melakukan trial and error. Ryan Adriandhy, selaku sutradara, mengaku bahwa tantangan terbesarnya ialah bukan hanya membuat animasi yang mulus tetapi juga memberikan nyawa kepada setiap karakter. Tak seperti film animasi lain, karakter pada film Jumbo dibuat dapat berganti baju.
“Jumbo itu pengen dibikin serealistis mungkin karena dalam film orang gak mungkin pakai baju yang itu-itu aja. Maksudnya kalau ngomongin Doraemon atau Nobita selalu pakai baju kuning, begitu bertahun-tahun. Nah, pendekatan Jumbo itu pengen dibikinsebagai realitas yang ada,” jelas Costume Designer, Marcello Hizky, dilansir dari Narasi (11/4).
Netizen pun mulai memperhitungkan Jumbo sebagai film animasi karya anak bangsa yang mencapai level internasional. Dari segi cerita hingga animasinya, film ini dinilai mampu bersaing dengan animasi luar negeri. Kebanggaan masyarakat atas karya ini dibuktikan dari maraknya “buzzer gratis” Jumbo. Namun, apakah kebanggan ini menjadi overproud atau memang layak?
Emang Jumbo Overproud?
Di tengah dominasi genre horor yang sedang merajai perfilman Indonesia, Don dan rekan-rekannya hadir sebagai angin segar yang berani melawan arus. Tak hanya menabrak tren, film ini juga memilih jalur konvensional dengan tidak melibatkan teknologi AI dalam proses pembuatannya. Menariknya, meski sepenuhnya dibuat tanpa bantuan kecerdasan buatan, Jumbo justru berhasil mencuri perhatian publik dan mencatatkan diri sebagai film animasi Indonesia terlaris.
Penonton disuguhi visual yang memanjakan mata—dari animasi yang halus dan magis, hingga alur cerita yang menyentuh hati. Salah satu kekuatan film ini adalah narasi yang inklusif; dapat dinikmati oleh penonton dari berbagai usia. Ryan Adriandhy, sang sutradara, menegaskan bahwa Jumbo memang dirancang untuk semua kalangan, termasuk orang dewasa.
“Ini film untuk kita, untuk anak-anak kita, dan untuk anak-anak dalam diri kita,” jelas Ryan Adriandhy, dilansir dari Narasi pada Jumat (11/4).
Selain visual dan cerita, karakterisasi dalam Jumbo juga patut diacungi jempol. Setiap tokoh digambarkan dengan latar belakang yang jelas dan mendalam. Ryan tampaknya ingin menekankan bahwa di balik setiap aksi, selalu ada alasan yang mendasarinya.
“Ada banyak sekali reason kayak kita pengen tahu kan kenapa bisa ada orang sejahat itu, dalam tanda kutip ya. Misalnya kita di sekolah dikatain. Dia ada apa sih sama gue? Kita gak pernah tahu. Mungkin dia punya bitterness sendiri, pain sendiri di hidup dia. Nah, itu juga yang mau kita sederhanakan dengan animasi,” lanjut Ryan.
Dengan skor 8.4 di IMDb, film ini mungkin belum sempurna, namun film ini telah menyalakan harapan baru bagi masa depan animasi Indonesia. Jadi, sangat wajar jika masyarakat berduyun-duyun nonton Jumbo dan merasa bangga karena animasi karya anak bangsa.
Kenapa Harus Nonton Jumbo?
Kalau kamu masih ragu buat nonton film yang satu ini, coba simak alasan berikut ya!
1. Bertabur Bintang
Bukan cuma animasinya yang bikin terpukau, pengisi suara Jumbo bukan kaleng-kaleng loh. Diramaikan sejumlah nama besar seperti Prince Poetiray, Bunga Citra Lestari, hingga Ariel NOAH. Kehadiran mereka tak hanya memperkuat karakter dalam cerita, tapi juga jadi daya tarik tersendiri bagi para penonton dari berbagai generasi.
Tak hanya itu, kambing-kambing milik Nurman juga gak mau kalah, mereka di-dubbing oleh aktor ternama. Siapa ya? Buruan tonton deh kalau kamu mau lihat artis kesukaanmu jadi kambing.
2. Banyak Pesan Moral
Jumbo bukan sekadar tontonan animasi yang menghibur, tapi juga sarat akan nilai-nilai kehidupan yang relevan dengan keseharian. Film ini mengajak penonton untuk berani keluar dari zona nyaman, menghadapi tantangan, dan tetap percaya pada diri sendiri.
Selain itu, Film ini juga menekankan pentingnya komunikasi—bahwa dalam kehidupan, selalu dibutuhkan seseorang yang mau berbicara dan seseorang yang mau mendengarkan. Pesan-pesan ini disampaikan secara halus namun mengena, menjadikan film ini bukan hanya menarik secara visual, tapi juga menyentuh secara emosional.
3. Inklusif Untuk Teman Tuli
Satu hal yang patut diapresiasi, Jumbo menjadi salah satu film animasi lokal yang inklusif. Film ini menyediakan subtitle khusus bagi penonton tuli, sehingga semua orang bisa menikmati cerita dengan nyaman. Subtitle ini tersedia di berbagai kota seperti Jakarta, Bandung, Tangerang, Bogor, Solo, hingga Makassar—membuktikan bahwa Jumbo ingin menyapa semua penonton tanpa terkecuali.
Dengan visual yang memukau, cerita yang hangat, dan komitmen terhadap keberagaman serta inklusivitas, Jumbo bukan hanya sebuah film, tapi juga perayaan atas potensi animasi lokal. Film ini membuktikan bahwa karya anak bangsa bisa tampil dengan kualitas tinggi, menyentuh hati, dan relevan bagi semua kalangan.